Asal Mula Ngijoreja
Pada tahun 1917 negara membuat tatanan bahwa jabatan yang dulu disebut Rangga dirubah menjadi Lurah. Saat itu seorang kamituwa (sesepuh yang mempunyai kesaktian yang tinggi) bernama Bapak Atmo Suparto mempunyai gagasan penggantian nama dusun Ngimbang. Karena arti Ngimbang itu mengambang. Tak berbobot dan tak berkualitas.
Setelah Bapak Atmo Suparto melakukan semedi dan bertapa maka pada tahun 1922 dusun Ngimbang diganti dengan nama dusun NGIJOREJA. Ngijoreja berasal dari dua kata yaitu Ngijo dan Reja. Ngijo dari kata dasar Ijo artinya hijau. Berdasarkan arti warna, hijau: harapan masa depan yang lebih baik untuk duniawi maupun akhirat. Sedangkan reja berarti kesejahteraan dan kebahagiaan. Jadi Ngijoreja berarti selalu mengharapkan kesejahteraan dan kebahagiaan baik di dunia dan akhirat.
Kamituwa Atmo Suparto dibaptis pada bulan Desember 1933 setelah adanya ajaran agama Katolik masuk di dusun Ngijoreja. Banyak para pengikut yang mengikuti jejaknya. Demikian umat Katolik berkembang pesat, bahkan sampai ke dusun Beji, Wera, Ngasem, Kalidukuh, Petung, Gatak dan Kalidadap. Kondisi yang seperti itu, membuat Romo paroki memberikan perhatian khusus pada umat Katolik di wilayah dusun tersebut.
Awal Pembuatan Gua
Utusan pun dikirim. Ialah Romo T. Widyana, SJ. Beliau saat berkarya di Gunungkidul, memberikan perhatian yang khusus terhadap umat Ngijoreja dan sekitarnya. Setiap usai memimpin perayaan ekaristi, beliau tidak langsung pulang, melainkan berbincang-bincang dengan umat di depan gereja. Sehabis berbincang-bincang, Romo datang ke salah seorang umat yang mungkin sedang dilanda kesusahan atau mempunyai hajat. Hal ini menjadikan komunikasi yang baik sekali antara umat dengan pastornya.
Saat melintasi Kali Mojing, Romo sangat terkesan oleh airnya yang bersih dan jernih. Maka timbullah gagasan Romo T. Widyana, SJ untuk membuat tempat ziarah Maria disana. Gagasan itu disampaikan kepada bapak Markus Karso Utomo sebagai katekis waktu itu. Ternyata bapak Karso Utomo dan umat di wilayah Ngijoreja menyetujuinya.,
Langkah selanjutnya, bapak Markus Karso Utomo menemui pemilik tanah tersebut, memohon agar tanah miliknya dapat digunakan untuk tempat ziarah Maria. Ternyata beliau tidak keberatan. Sehingga rencana pembuatan tempat ziarah Maria dapat terlaksana.
Saat itu umat bergotong-royong mencari batu untuk membuat gua, tempat patung Bunda Maria. Pembuatan gua ini dipelopori dan didesain oleh Bapak Herman Yoseph Suwandi. Yang saat itu bekerja di Dept Pekerjaan Umum Wonosari Gunungkidul Yogyakarta.
Gua Maria dibuat tidak terlalu besar dan menghadap ke timur di bawah pohon munggur (trembesi). Posisi gua Maria ini bersebelahan dengan Kali Mojing bagian atas. Secara filosofi, Kali Mojing maupun gua Maria mempunyai arti yang sama. Artinya sama-sama sebagai sumber kehidupan. Bedanya, Kali Mojing merupakan sumber kehidupan jasmani. Sedangkan gua Maria sebagai sumber kehidupan rohani.
Sewaktu Romo T. Widyana, SJ kembali dari Roma, tepatnya pada peringatan Maria menampakkan diri di Lourdes, Kali Mojing diberkati dan diberi air suci dari Lourdes. Pada saat itu pada tanggal 11 Februari 1962 Kali Mojing resmi dirubah fungsinya. Sebagai tempat ziarah Maria yang diberi nama SENDANG ROSARIO. Mulai saat itu, Sendang Rosario dikenal oleh umat di sekitar wilayah Stasi Ngijoreja. Sehingga pada bulan Maria (bulan Mei) dan bulan Rosario (bulan Oktober) banyak dikunjung umat Katolik, untuk berdoa kepada Tuhan melalui perantaraan Bunda Maria di Sendang Rosario.
Keberadaan Sendang Rosario semakin dikenal di kalangan umat Katolik di Paroki Wonosari. Sehingga banyak sekolah Katolik berziarah ke Sendang Rosario ini. Umat di DIYogyakarta dan wilayah Klaten juga sudah mengenali tempat ziarah ini. Karena begitu banyak devosan yang berdoa di Sendang Rosario membuat lokasi yang luas arealnya hanya sekitar 80 M2 terkesan sempit. Melihat kondisi seperti itu, salah seorang umat Katolik bernama Bapak Waenuri merelakan tanah sebesar 3000M2 miliknya di sebelah timur Sendang Rosario untuk dibeli sebagai perluasan areal Sendang Rosario.
Pada tahun 1975, Romo Aloysius Hadjosudarma, SJ berkarya di Gunung Kidul. Sendang Rosario direnovasi. Hal ini dilakukan karena tanah 3000 M2 tersebut ke arah tenggara, maka pembangunan Sendang Rosario diarahkan ke selatan. Gua dibuat lebih besar. Gua yang lama tetap dibiarkan berdiri karena alasan historis. Gua Maria yang baru ini diberkati oleh Bapak Kardinal Yustinus Darmo Yuwono, Pr. Sebelum pemberkatan diadakan prosesi dari kapel ke Sendang Rosario. Prosesi diakhiri dengan pemberkatan Sendang. Sejak saat itu Sendang Rosario dimasukkan agenda Keuskupan Agung Semarang menjadi salah satu tempat ziarah Maria yang dimiliki Keuskupan Agung Semarang.
Serangkaian pembangunan Sendang Rosario ini ditandai dengan pemberkatan patung Maria yang baru pada tanggal 21 Juni 1997 oleh Mgr. Dr. A. Henry Soesanto, SCJ yang berasal dari Stasi Ngijoreja. Tahun itu pembangunan Sendang Rosario dititikberatkan pada pembuatan relief jalan salib, mempercantik gua, pembuatan altar dan pendopo berbentuk joglo. Dibuat juga pagar keliling, perbaikan sumur (dulu Kali Mojing), halaman dipasang paving blok, pembuatan kamar mandi dan WC. Sebelum pemberkatan diadakan prosesi dari Kapel Ngijoreja menuju Sendang Rosario. Dilakukan pula pemberkatan relief jalan salib, Salib Golgota, dan pendopo. Semua ini adalah upaya untuk membuat tempat ziarah semakin berkembang dan dikenal oleh umat Katolik.
Diangkat dari buku saku karangan Heribertus Wiyono dari Stasi Santo Aloysius Ngijoreja, Paroki Wonosari Gunung Kidul Yogyakarta
GUA MARIA SENDANG ROSARIO
Alamat: Ds.Ngijorejo, Kec.Gading, Wonosari (lewat Jalan Raya Yogyakarta - Wonosari ~ Gua Maria Tritis). Akses masuk melalui jalan ke lokasi lapangan terbang Gading.
Koordinat GPS: S7° 54' 47.2" E110° 35' 1.1"
Info tambahan:http://bundamaria.blogspot.com/2009/07/gua-maria-sendang-rosario.html
Koordinat GPS: S7° 54' 47.2" E110° 35' 1.1"